Sabtu, 18 April 2015

Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura



Teknologi pengolahan adalah teknik, cara atau metode untuk mengolah hasil hortikultura (sayur dan buah) menjadi bentuk atau produk dengan spesifikasi tertentu sesuai dengan keinginan pemakai, seperti produk antara atau produk yang dapat dikonsumsi langsung oleh konsumen.

Pengolahan hasil hortikultura dapat menghasilkan berbagai produk, yaitu:
1.      Produk hasil pengeringan
2.      Tepung
3.      Keripik
4.      Kerupuk
5.      Sari atau cairan hasil ekstraksi
6.      Pasta
7.      Produk dengan kadar gula tinggi
8.      Asinan

1.    Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengurangan kadar air bahan dengan menempatkan  bahan pada ruang dengan kelembaban relatif rendah, atau tekanan rendah.  Secara tradisional, pengeringan dilakukan dengan menjemur bahan pada ruang terbuka dengan terik matahari.  Cara ini telah dimodifikasi dengan menempatkan bahan di dalam kotak yang sekurang-kurangnya bagian atasnya tembus cahaya matahari yang merupakan sumber energi panas.  Dengan cara ini, suhu udara di dalam kotak akan naik lebih cepat sehingga tekanan uap air bahan akan naik lebih cepat pula dan hal ini akan mempercepat proses penguapan air dari bahan.  Pengeringan dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat yang menggunakan energi panas dari listrik atau bahan bakar (biomassa, batubara, atau bahan bakar minyak).

Pada pengolahan hasil hortikultura, pengeringan dilakukan pada proses pengolahan pisang sale, tepung pisang, kerupuk labu, dodol, cabe kering, dan cabe bubuk.  Pengeringan tersebut dapat dilakukan dengan penjemuran dan dengan alat pengering pada saat cahaya matahari tidak mencukupi.

2.    Penghalusan

Penghalusan adalah proses penghancuran bahan sehingga secara fisik bahan berubah menjadi lebih kecil atau menjadi partikel yang lebih kecil, menjadi bubur atau menjadi pasta.  Tujuan dari penghalusan tergantung kepada bentuk produk secara fisik.  Jika produk berukuran lebih kecil, atau partikel yang lebih halus, maka tujuan pengecilan tersebut adalah untuk memperbesar luas permukaan sehingga penguapan air pada saat pengeringan akan berlangsung lebih cepat.  Jika produk berupa pasta atau bubur maka tujuan adalah untuk memperoleh tekstur bahan yang lebih halus dan cair (contohnya pada pengolahan saos tomat dan selai), atau agar ekstraksi cairan produk lebih mudah dilakukan (contohnya pada pengolahan sari buah).

3.    Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pengambilan bahan atau senyawa tertentu dari suatu bahan.  Pada pengolahan hasil hortikultura, ekstraksi biasanya bertujuan untuk memisahkan cairan dari bahan yang tidak larut air sehingga dihasilkan suatu cairan yang disebut sari buah atau sari sayur.

Proses ekstraksi tersebut biasanya dilakukan dengan memeras bahan secara mekanik sehingga cairan terpisah dari serat dan bahan-bahan tidak larut air.  Pada umumnya, ekstraksi didahului dengan penghalusan sehingga dihasilkan produk berupa bubur atau pasta.  Selanjutnya, bubur atau pasti tersebut disaring, dipusing atau diperas untuk memisahkan cairannya.

4.    Pemotongan

Pemotongan bertujuan untuk merubah bentuk dan ukuran bahah menjadi bentuk tertentu dengan ukuran yang tertentu pula.  Contohnya pada pembuatan keripik kentang dimana kentang yang telah dikupas diiris-iris menjadi lempengan cakram dengan ketebalan tertentu.  Pengirisan ini bertujuan agar proses selanjutnya lebih mudah untuk dilakukan, misalnya lebih cepat kering jika dikeringkan, atau lebih cepat garing jika digoreng.

Pemotongan dan pengirian sayur yang biasa dilakukan pada saat mengolah sayur untuk dimasak juga merupakan contoh dari pemotongan yang tujuannya adalah agar diperoleh bahan dengan ukuran tertentu sesuai dengan selera penyicip.

Pemotongan dapat menjadi bagian dari proses ekstraksi sari buah dimana bahan dipotong-potong, kemudian diperas secara batch dengan pemeras bertekanan atau secara kontinyu dengan pemeras berulir.

5.    Pemanasan

Pemanasan ditujukan untuk berbagai tujuan, yaitu: (a) untuk mematangkan bahan sehingga mempunyai aroma, rasa dan tekstur tertentu, (b) untuk mengurangi jumlah mikroba pencemar atau senyawa yang membahayakan kesehatan yang terkandung pada bahan, dan (c) untuk mengeringkan bahan agar lebih kering dan renyah.  Pemanasan dapat dilakukan dengan menggunakan media (a) minyak panas, (b) udara panas, (c) air panas, dan (d) uap panas. 

Jenis Pemanasan
Pemanasan dapat dikelompokan berdasarkan media yang digunakan untuk pemanasan atau cara panas dibangkitkan, yaitu: (a) penggorengan, (b) pemanggangan, (c) perebusan, (d) pengukusan, dan (e) radiasi gelombang pendek.
Penggorengan.
Penggorengan adalah proses pemanasan dengan menggunakan media minyak nabati atau minyak hewani.  Karena bahan tercelup di dalam cairan minyak dengan suhu di atas 140°C yang jauh di atas titik didih air bahan, maka proses pindah panas berlangsung cepat sehingga bahan matang dengan cepat, serta dapat menjadi kering dan renyah.  Dengan demikian, penggorengan bermanfaat ganda, yaitu untuk memasak bahan sehingga diperoleh karakteristik tertentu dari produk, dan juga untuk mengeringkan produk.

Penggorengan digunakan secara luas dalam pengolahan makanan di rumahtangga, restoran, usaha jasa boga dan hotel.  Industri makanan yang memproduksi kerupuk dan keripik siap santap, pada umumnya juga menggunakan teknik penggorengan sebagai proses terpenting dalam proses pengolahannya.

Penggorengan vakum adalah penggorengan dengan minyak panas yang disertai dengan pengurangan tekanan udara di dalam ruangan penggorengan.  pada kondisi tekanan udara yang rendah, proses penggorengan dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah dan waktu yang lebih singkat.  Biasanya penggorengan vakum ini dapat dilakukan untuk membuat berbagai keripik.
Pemanggangan
Pemanggangan adalah pemanasan bahan dengan menggunakan udara panas, mulai dari suhu sekitar 120°C sampai suhu mendekati 200°C dengan menggunakan oven, atau dengan panas yang lebih tinggi dengan sumber panas dari bara atau api pembakaran gas dan kayu.  Pemanggangan juga menyebabkan bahan menjadi matang, dan dapat mengeringkan bahan jika dilakukan relatif lama.
Perebusan
Perebusan merupakan proses pengolahan yang paling umum dilakukan di rumahtangga, restoran, jasa boga, hotel dan industri pangan.  Pada perebusan digunakan media air sebagai media pengantar panas.  Air tersebut dapat berupa air yang ditambahkan dari luar, tapi dapat juga dari air yang berasal dari bahan sendiri. 
Pemanasan ini bertujuan untuk memasak bahan sehingga bahan menjadi matang dengan karakteristik tertentu yang dikehendaki.  Tujuan lain adalah untuk mematikan mikroba dan parasit yang mungkin terdapat pada bahan sehingga bahan menjadi aman bagi kesehatan bila dikonsumsi.
Pengukusan
Pengukusan adalah pemanasan bahan dengan menggunakan uap panas.  Biasanya uap panas yang digunakan bersuhu 100°C atau lebih.  Untuk keperluan membunuh mikroba pada bahan yang dikemas secara aseptis, atau untuk mempercepat pelunakan jaringan bahan dengan cara pemanasan, digunakan pemanasan dengan uap panas dengan suhu di atas 121°C.




Radiasi Gelombang Pendek
Radiasi gelombang pendek (panjang gelombang xxx – xxx nm) dapat menimbulkan getaran pada molekul air pada bahan sehingga menimbulkan panas.  Oleh karena itu, radiasi gelombang pendek tidak efektif digunakan untuk bahan yang kering atau berkadar air rendah.  Lama pemanasan dan intensitas reaksi digunakan untuk mengatur suhu bahan yang dipanaskan.  Pada saat ini, telah banyak tersedia alat pemanas yang menggunakan radiasi gelombang pendek yang berukuran kecil yang digunakan untuk dapur keluarga, yaitu microwave oven.

Penerapan Pemanasan untuk Mengendalikan Enzim dan Populasi Mikroba

Secara alami, mikroba terdapat pada bahan yang jumlahnya dapat berkembang selama penyimpanan.  Mikroba tersebut dapat merusak bahan atau dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi makanan tersebut.  Pengendalian mikroba pada bahan makanan merupakan salah satu upaya untuk memperpanjang umur simpan bahan atau untuk meningkatkan keamanan makanan tersebut bagi kesehatan. 

Pemanasan adalah salah satu metode yang efektif untuk mengendalikan populasi mikroba, baik mikroba perusak makanan, maupun mikroba penghasil toksin dan / atau penyebab infeksi.  Blanching, pasteurisasi dan sterilisasi adalah metode pemanasan untuk adalah pemanasan yang biasa digunakan dalam pengolahan makanan.
Blanching
Blanching adalah pemanasan bahan pada suhu £100°C  dengan menggunakan uap panas atau air panas.  Pemanasan ini akan membunuh semua mikroba patogen dan  sebagian mikroba pembusuk.  Tujuan utama dari blanching adalah untuk inaktivasi enzim-enzim yang dapat menyebabkan kerusakan warna dan senyawa-senyawa alamiah pada bahan sebelum bahan diolah dengan panas yang lebih tinggi atau lebih lama.  Selain itu, blanching juga melunakkan jaringan bahan, dimana kondisi ini bermanfaat jika bahan hendak disusun rapat di dalam kemasan aseptis.
Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah pemanasan bahan untuk membunuh semua mikroba patogen.  Biasanya suhu yang digunakan adalah sekitar 70°C dimana pemanasan pada suhu tersebut tidak menimbulkan kerusakan yang besar pada aroma dan rasa dari bahan.  Pada mulanya, pasteurisasi diterapkan pada susu segar untuk memastikan susu tersebut bebas mikroba patogen pada saat diminum.  Saat ini, proses ini juga diterapkan pada sari buah dan beberapa jenis minuman.
Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pemanasan untuk membunuh mikroba yang dapat menimbulkan kerusakan bahan yang terkemas selama penyimpanan.  Sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu sekitar 121°C dengan menggunakan uap panas.  Pada bahan yang banyak mengandung asam (pH di bawah 4,5), misalnya sari buah, pemanasan dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah (maksimal 100°C). Pada pH rendah, biasanya mikroba lebih sensitif terhadap panas sehingga sudah mengalami kematian pada suhu yang lebih rendah.
 Sari buah biasanya dikemas dengan bahan yang tidak dapat dilunakkan dengan suhu air mendidih. Pada pemanasan dengan uap panas, air dipanaskan sampai menghasilkan uap dengan suhu dan tekanan tertentu, kemudian uap ini memanaskan bahan yang hendak dipanaskan.

Pemanasan basah yang digabung dengan pengemasan bahan di dalam kemasan tahan panas adalah merupakan teknik pasteurisasi atau sterilisasi untuk produk yang dapat disimpan dari beberapa hari sampai beberapa puluh bulan, tergantung kepada kepada tingkat suhu panas yang diberikan.

6.    Fermentasi

Fermentasi adalah proses pengolahan yang melibatkan aktivitas mikroba pada keseluruhan atau salah satu tahapan dari proses tersebut.  Mikroba yang digunakan dapat berasal dari salah satu bahan yang mengandung populasi mikroba dalam jumlah relatif besar yang ditambahkan secara sengaja pada pengolahan.  Bahan tersebut dikenal sebagai inokulum dan dalam istilah sehari-hari disebut sebagai ragi atau laru.  Penambahan inokulum tidak selalu diperlukan.  Pada pengolahan sayur dan buah dengan cara fermentasi, inokulum tidak diperlukan.  Buah dan sayur yang sedang difermentasi ditempatkan pada larutan garam yang dapat menghambat mikroba pembusuk.  Sementara itu, mikroba penghasil asam yang dikehendaki tetap dapat tumbuh pada larutan garam tersebut.

7.    Penggulaan

Penggulaan adalah proses pengolahan dengan menambahkan gula pada bahan dalam jumlah relatif tinggi.  Penambahan gula pada buah akan menyebabkan perubahan pada tekstur sehingga menjadi lebih liat dan kisut.  Pada pengolahan selai, bubur buah yang telah ditambah gula dipanaskan sampai mendidih sehingga terjadi interaksi antara gula, asam dan pektin sehingga terbentuk bubur buah berubah konsistensinya menjadi gel.  Pada pembuatan permen, bubur buah atau sari buah dicampur dengan gula dan bahan pengisi sehingga membentuk konsistensi yang padat atau liat.

8.    Pengemasan Aseptis

Pengemasan aseptis bertujuan agar bahan yang dikemas tidak mengalami pencemaran dan interaksi dengan lingkungan di luar kemasan.  Pengendalian populasi mikroba dilakukan sebelum atau selama pengemasan berlangsung.  Biasanya pengendalian populasi mikroba dilakukan dengan teknik sterilisasi panas dimana bahan yang akan dikemas atau kemasan yang telah berisi bahan dipanaskan dengan suhu tinggi sehingga populasi mikroba berkurang secara drastis dan populasi yang tersisa tidak cukup untuk menimbulkan kerusakan bahan selama penyimpanan yang normal.  Agar tidak terjadi kontaminasi atau interaksi dengan lingkungan laur, kemasan harus tertutup rapat sehingga tidak ada celah sekecil apapun yang memungkinkan mikroba dan udara luar masuk ke dalam kemasan. 

Bahan yang akan dikemas secara aseptis dapat diolah terlebih dahulu dengan salah satu atau berbagai kombinasi teknik penghalusan, ekstraksi, pemotongan, pemanasan, blanching dan pasteurisasi.  Misalnya pada pengemasan aseptis saribuah sehingga produk berupa sari buah dalam kemasan dilakukan terlebih dahulu dengan ekstraksi sari buah, kemudian diblanching, dikemas dan disterilkan dengan suhu tinggi.

1 komentar: